Putus Asa Huni Sel Isolasi

9 Gembong Narkoba Minta Segera Dieksekusi Mati

Sembilan gembong narkoba yang divonis mati

PALEMBANG/86 -- Sembilan gembong narkoba asal Surabaya yang baru saja divonis mati, meminta segera dieksekusi. Jaringan narkoba antar pulau itu ditangkap karena kerap mengedarkan narkoba lebih dari 100 kilogram dalam satu hari.

Para terdakwa kini menjalani penahanan di tiga lembaga pemasyarakatan (Lapas). Frandika Zulkifly (22), Hasanuddin (38), dan Chandra Susanto (23) ditahan di Lapas Merah Mata Palembang.

Muhammad Nazwar Syamsu alias Leto (25), Faiz Rahmana Putra (23), dan Andik Hermanto (24) ditahan di Lapas Kayuagung Ogan Komering Ilir, dan Trinil Sirna Prahara (21), Shabda Sederdian, dan Ony Kurniawan (23) ditahan di Lapas Banyuasin.

Kuasa hukum para terdakwa, Wanidah menjelaskan, psikologi para terdakwa sedang terganggu. Mereka tidak sanggup menjalani sel isolasi dengan kondisi tanpa cahaya. Hal itulah membuat para terdakwa ingin eksekusi mati dilakukan secepatnya.

" Mereka bilang lebih mati sekarang, mereka ingin dieksekusi. Karena mereka sedang ngedrop, psikisnya terganggu," ungkap Wanidah, Rabu (13/2).

Dengan kondisi itu, kata dia, ditakutkan para kliennya memutuskan bunuh diri. Hal itu bisa dicegah dengan pendampingan agar memulihkan psikologis mereka. "Mereka sangat tertekan, putus asa. Saya takut mereka membenturkan kepala ke dinding untuk bunuh diri," ujarnya.

Terlepas dari itu, pihaknya tetap mengajukan banding karena vonis mati yang dijatuhkan dinilai tidak adil. Hakim semestinya tidak menyamaratakan kepada seluruh terdakwa karena setiap orang dari komplotan tersebut memiliki peran masing-masing.

"Seperti Faiz yang saat penangkapan hanya diminta untuk menemani istrinya Leto. Dia juga baru sekali terlibat. Mereka juga masih muda-muda, masih bisa dibina sehingga saya rasa vonis mati ini terlalu berlebihan," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang menjatuhkan vonis mati terhadap sembilan terdakwa pengedar narkoba antar pulau, Kamis (7/2).

Jaringan asal Surabaya itu terbukti menjadi sindikat narkoba asal Surabaya yang beroperasi di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

Berdasarkan fakta persidangan, sindikat ini telah mengedarkan sabu seberat 80 kilogram sabu sejak 12 Maret 2018 hingga 12 April 2018. Sabu tersebut di sebarkan ke sejumlah kota seperti Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin.

Dalam proses pengiriman, sindikat ini melakukan sejumlah modus pengiriman yakni melalui udara dan darat. Pengiriman berpusat dari Palembang menuju ke Bandar Lampung menggunakan kereta api.

Selanjutnya, dibawa ke Bandung untuk dikirimkan ke beberapa kota di Jawa dengan menggunakan truk. Jaringan ini juga menutupi narkotika seberat 80 kg dengan menggunakan ampas singkong seberat 10 ton.
Adapun untuk pengiriman ke Banjarmasin, terdakwa menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, transit di Bandara Soekarno Hatta Jakarta dan kemudian ke Banjarmasin.

Untuk mengelabui petugas, sindikat ini mengemas sabu dan ekstasi dengan beberapa cara termasuk dengan menggunakan bungkus kopi yang ditaburi dengan bubuk kopi.

Namun, saat hendak mengirimkan narkoba ke Banjarmasin pada 22 Maret 2018 lalu, petugas keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang mendeteksi barang kiriman narkoba tersebut.

Setelah kotak oleh-oleh pempek yang akan dikirim terdeteksi adanya narkoba sabu seberat 3,9 kg dan ekstasi sebanyak 4.950 butir.

Dalam melakukan aksinya Letto mengkoordinir proses pengiriman. Semua kurir yang diajak kerjasama diberi upah sekitar Rp 15 sampai Rp 20 juta per kg sabu yang berhasil mereka kirimkan. (merdeka)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar