19 Tahun Jadi PKL, Slamet Mampu Kuliahkan 2 Anaknya

Istimewa

SEMARANG/86  --- Pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang trotoar acapkali menjadi persoalan klasik di setiap daerah. Keberadaanya sering dikeluhkan pengguna jalan karena merampas hak pejalan kaki, juga tak jarang menjadi biang kemacetan.

Terlepas dari segala macam keluhan tersebut, mereka menjadi "pahlawan" bagi keluarga masing-masing. Dengan mengandalkan berjualan makanan atau jasa di tepi jalan, pundi-pundi uang berhasil dikumpulkan. 

Seperti yang disampaikan Slamet Riyadi (50) yang sehari-hari berjualan es kelapa muda dan empek-empek di tepi Jalan Singosari Semarang.

Dia bersama sejumlah PKL lainnya menggelar dagangan makanan di tenda masing-masing sembari menunggu pelanggan.

“Sudah 19 tahun berjualan di sini, belum pernah pindah. Tiap hari ya menggelar dagangan di sini es degan (kelapa muda) dan empek-empek, pelanggan sudah pada tahu,” kata pria yang akrab disapa Pak Slamet tersebut.

Menurutnya, dua jenis makanan yang dijajakannya tak hanya diminati kalangan mahasiswa, tetapi juga beragam kalangan. Tak heran, lapaknya selalu dipenuhi konsumen ketika memasuki jam makan siang atau waktu istirahat bekerja.

“Sekitar sini kan ada beberapa kampus, jadi pelanggan lebih banyak mahasiswa. Meski kalangan umum juga banyak. Siang-siang minum es degan itu kan seger, makanya sini selalu ramai. Harganya terjangkau es degan cukup Rp6 ribu per gelas, terus empek-empek Rp12 ribu per porsi,” ucapnya seraya berpromosi.

Dia beralasan memilih lokasi itu untuk berjualan karena mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempatnya juga relatif strategis karena mudah terlihat oleh pengguna jalan. Apalagi, selama berjualan juga tak menemukan kendala berarti.

“Di sini lokasinya bagus. Hasilnya luga lumayan. Bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan biaya anak sekolah. Di sini para pedagang juga baik, persaingan sangat sehat,” tuturnya.

Bapak dua anak itu mengaku mulai menggelar dagangannya pukul 10.00 WIB, dan tutup pukul 16.00 WIB. Setiap berdagang dia juga ditemani keluarganya. Tak jarang, anaknya yang kini kuliah di Universitas Diponegoro (Undip) juga turut melayani konsumen.

" Alhamdulillah, dari berjualan ini bisa menyekolahkan anak-anak. Anak yang pertama sekarang sudah bekerja, yang kedua masih kuliah di Undip. Saya sangat mensyukuri pekerjaan berdagang ini,” ujarnya bangga.

Slamet pun tak memungkiri dibayangi akan tergusur jika pemerintah melakukan penertiban PKL. Selama 19 tahun ini, dia bersama sederet PKL di tempat itu akan menutup lapak selama tiga hari jika petugas menggelar penertiban.

“Kalau ada razia tutup. Atau saat pembrersihan kali, kita tutup sampai tiga hari. Biasanya ada pemberitahuan, jadi kita bisa persiapan untuk tutup dulu, sehingga tidak merugi karena barang dagangan tak laku,” lanjutnya.

Sementara itu, pemerhati lingkungan dan perkotaan Theresia Tarigan, menyebut Pemerintah Kota Semarang belum mengutamakan alokasi ruang untuk PKL. Akibatnya, PKL yang telah digusur kerap kembali ke trotoar untuk berjualan.

”Sehingga PKL-PKL ini kembali ke trotoar yang baru dan mengajak teman-temannya. Tentu ini mengganggu pejalan kaki, meskipun sebarnya angka orang berjalan kaki itu tidak terlalu banyak di Kota Semarang,” ujar There. 

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pembangunan kawasan yang mengintegrasikan fasilitas umum dengan tempat PKL mengais rezeki. Sebab, sejumlah taman-taman kota dinilai sekadar menjadi pemanis namun kurang memiliki manfaat.

" Taman-taman itu kebanyakan ada di tengah kota sehingga masyarakat susah mengakses. Misalnya ibu-ibu mengajak anaknya untuk jalan ke taman itu akan kesulitan karena tempatnya jauh dari permukiman. Meskipun sekarang katanya sudah mau dibangun taman yang mendekat permukiman,” kata dia.

Dia melanjutkan, fasilitas umum itu perlu dilengkapi dengan ruang untuk beberapa PKL berjualan. Dengan tempat baru itu, PKL tak akan lagi diliputi was-was akan digusur petugas. Yang terpenting, akan tercipta pusat keramaian baru yang nyaman bagi masyarakat.

" Di situ bisa dilengkapi dengan keran air yang bisa langsung diminum, ada fasilitas air bersihnya, toilet. Jadi bukan sekadar membuat taman bagus di tengah kota tapi kurang optimal manfaatnya,” ujarnya. (okezone)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar