Harlah ke-96 NU Dikemas dengan Tingkeban 165 Ibu Hamil

Istimewa

SURABAYA/86 ---  Peringatan Hari Lahir (Harlah) NU di Jawa Timur dikemas sedikit berbeda. Acara yang dihelat di PWNU Jatim ini diawali dengan prosesi tingkeban atau tujuh bulanan pada 165 ibu hamil.

Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar mengatakan budaya tingkeban ini penting untuk dilakukan.

Dalam prosesi ini akan dilakukan doa bersama untuk mendoakan keselamatan janin yang masih di dalam rahim agar diberi keselamatan dan kelancaran.

" Kalau kami menggagas ini tingkepan itu penting. Jadi begini ketika jabang bayi menjelang umur 4 bulan kan akan ditiupkan ruh. Lalu ditetapkan umurnya, amal pekerjaannya, rezekinya, jodohnya, nasibnya. Itu perlu disokong dengan doa. Mengundang tetangga, membaca surat Yusuf dan lain-lain," papar Kiai Marzuki di sela acara di Kantor PWNU Jatim Jalan Masjid Al Akbar Surabaya, Sabtu (23/3/2019).

Kiai Marzuki menambahkan hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan tradisi yang ada. Untuk itu, dirinya menambahkan jika Islam sejatinya memang ramah terhadap budaya, juga tak mengancam tradisi.

" Itu tadi Islam yang ramah lingkungan, ramah budaya, kalau hadirnya Islam tidak mengancam budaya, tidak mengancam tradisi, tidak mengancam jati diri. Maka, bagi masyarakat Islam bukan ancaman, sehingga mereka meski Islam, jati diri kami sebagai bangsa tetap ada," imbuh Kiai Marzuki.

"Yang jadi konflik itu kalau Islam saja harus kehilangan budaya, berislam saja harus kehilangan Jawanya, berislam saja harus kehilangan Indonesianya. Sementara orang merasa jadi Jawa, jadi Indonesia, jadi Madura. Budaya eksistensi rasa itu bagian dari inti substansi kemanusiaan itu sendiri yaitu Cipta, Rasa dan Karsa dan itu melahirkan budaya," paparnya.

Kiai Marzuki mencontohkan agama lain senantiasa datang ke masyarakat dengan ramah agar diterima. Hal ini yang dulunya dilakukan oleh Wali Songo, yang mengajarkan agama namun tak menghilangkan budaya yang ada.

Sementara itu, Kiai Marzuki pun menambahkan lewat dihelatnya peringatan harlah ini, dia ingin tetap bisa melestarikan budaya dengan tetap menjunjung tinggi agama Islam.

"Lewat harlah ini kita ingin ya Islam ya Indonesia, ya Indonesia tapi ya Islam. Bagi kami halal ayam harus disembelih dengan bismillah dan setelah sembelih itu sah halal ndak perlu di model kebuli, biryani kayak saudi arabia. Kalau sudah sah, jadi kare jadi geprek. Ndak ilang Jawanya," pungkasnya. (detik.com)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar