Kisah Misiadi

Malaikat” yang Tak Pernah Kami Jumpa

Misiadi dan keluarga

Siang itu, tepat ba’da Dzuhur keputusasaanku memuncak. Pihak disalah satu rumah sakit di Pekanbaru menolak proses pengobatanku dikarenakan BPJS tidak dibayar pihak perusahaan.

“BPJS tidak dibayarkan oleh pihak Perusahaan. Sudah lebih dari satu tahun, karena itu saudara tidak bisa difasilitasi dengan program BPJS. Bila memungkinkan, minta pihak perusahaan memberikan jaminan, bahwa semua biaya yang timbul akan mereka tanggung,” ujar Misiadi yang mengutarakan apa dikatakan pihak rumah sakit.

Rasa sakit akibat tulang pinggul yang patah, ditambah pula dengan sakit atas informasi yang kami dengar; Perusahaan tidak membayarkan BPJS karyawan! Sementara kecelakaan mobil yang kami alami adalah saat jam kerja.

Istriku menangis. Ayahku juga. Keputusasaanku mencapai klimaksnya. Ya, aku akan terus menderita, lelaki malang dengan tulang pinggul yang patah namun sudah lebih dari satu bulan tidak mendapatkan pengobatan yang layak.

Sementara pihak perusahaan banyak berkilah. Masa depanku gelap, mataku gelap.

“Aku ikhlas, Yaa Allah… namun apakah tidak ada lagi pertolongan itu?”

Istriku menghubungi pamannya yang berada di Duri, sekedar untuk menginformasikan bahwa kami akan kembali ke Duri. Lengkap dengan kesedihan dan keputusasaan.

Ambulance sudah mencapai Minas ketika telepon genggam istriku berdering.
“Ini dr. Arnita Sari, Anggota DPRD Provinsi Riau. Mbak Narti dan suami dimana? Segera kembali ke rumah sakit tersebutKami yang akan mengurus. Saat ini saya di rumah sakit. Saya pikir masih di Rumah Sakit. Kembalilah,” suara dari sebelah terdengar.

Berulang kali di dalam Ambulance kami dilanda keraguan. Siapa dr. Arnita Sari ini?
Kami tidak mengenalnya sama sekali! Bertemu pun tidak pernah. Apalagi beliau seorang Anggota Dewan, darimana mengenal kami?

Aku sarankan istriku menelpon pamannya di Duri. Ternyata pamannya menyampaikan, saat kami hendak kembali ke Duri, ia menghubungi asisten dr. Arnita Sari untuk meminta bantuan terkait proses pengobatanku yang ternyata tidak bisa dilakukan.

“Ibu, kami mau kembali ke Pekanbaru. Tapi kami tidak punya biaya untuk menginap apabila harus menunggu prosesnya,” demikian istriku berkata jujur dalam sambungan teleponnya.

“Sudah, soal menginap saya ada Rumah Singgah dan Mobil Khidmat. Kembali saja ke rumah sakit. Nanti asisten saya yang mengurus,”

Tangis kami meledak. Perasaan kami membuncah. “Yaa Allah… siapa orang yang engkau utus untuk kami ini?”

Perjalanan kami berbalik arah menuju Pekanbaru. Sesampainya di rumah sakit, seorang asisten dr. Arnita Sari sudah menunggu kami, untuk dimasukan ke dalam ruangan.

Entah do’a yang mana, entah do’a dari siapa. Kami tak pernah tahu kenapa pertolongan ini datang tanpa kami duga.
Pada sore yang sama, kami mendengar dr. Arnita Sari harus berangkat dinas ke Jakarta, kami tidak sampai bertemu. Namun ternyata bantuan untuk kami tidak berhenti sampai di situ.

Asisten beliau menitipkan sejumlah uang yang jumlahnya lumayan. Cukup untuk biaya makan kami dalam beberapa hari ke depan. Lebih mengejutkan lagi, ternyata segenap proses komunikasi dengan pihak Rumah Sakit dan Perusahaan sudah diatur oleh asisten beliau.

Aku dan keluarga mendapatkan ketenangan yang luar biasa. Jadwal rontgen bahkan biayanya, hingga jadwal operasi dan siapa Dokternya semua diinformasikan dengan lengkap tanpa kami harus mengurusnya. Masya Allah… sungguh pelayanan yang luar biasa!

Bentuk pelayanan lain yang tidak kalah istimewa bagi kami adalah adanya rumah singgah. Sepanjang kami berada di Pekanbaru, kami mendapatkan fasilitas gratis. Rumah dengan kamar tidur lengkap ber AC, dan fasilitas lainnya. Demikian juga dengan mobil khidmat yang betul-betul bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kami.

Di hari yang sama, pihak Perusahaan tiba-tiba saja ramai mengontak nomor telepon selulerku. Komitmen untuk biaya pengobatan langsung disampaikan. Ternyata, ada satu hal yang jauh dari pemikiranku, namun sudah terjadi. dr. Arnita Sari menghubungi pihak Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau, dimana Kepala Disnaker Provinsi tersebut langsung mengutus timnya untuk melakukan investigasi terhadap perusahaan tempat aku bekerja.

Sungguh hal yang luar biasa bagi orang-orang seperti kami! Saat ini, empat bulan sudah dari masa operasiku berlalu. Meski dengan berjalan pincang, aku sudah bisa menaiki sepeda motor. Istriku berjualan jus tak jauh dari rumah tempat kami tinggal. Bahkan di pekan terakhir September 2020 ini aku sudah mendapatkan kembali pekerjaan di sebuah perusahaan swasta di Kota Duri.

Alhamdulillah….


Tentu kebahagiaan kami atas segala bentuk pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan bantuan dari dr. Arnita Sari sangat membuncah. Rasa syukur tak henti kami ucapkan hingga hari ini. Serta terima kasih tiada terhingga untuk Ibu dr. Arnita Sari, teriring do’a untuk semua kebaikan beliau dalam kehidupannya, dalam keluarganya, serta dalam segenap amanah yang diembannya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberkahi beliau dan memberikan kebaikan berlipat atas apa yang telah diberikan untuk kami dan masyarakat semua.

Pagi ini, saat aku berkisah panjang tentang dr. Arnita Sari, sejatinya ada keinginan kuat yang belum terlaksana; Kami ingin menemui beliau! Ingin rasanya berterima kasih secara langsung.

Bahkan istriku menyampaikan, dengan rasa terima kasih yang tak terhingga, barang sejenak mencium kakinya. Sebagai bentuk hormat atas jasa yang tak terperikan. Jasa yang dicetaknya untuk kami, saat kami di tengah keputusasaan.

Hingga kini, kami tak pernah bertemu. Namun pertolongan itu nyata adanya. Pertolongan yang bukan hanya menjadi jalan terang bagi kehidupan kami, melainkan juga bagi segenap mimpi-mimpi masa depan kami.

Meski belum pernah bertemu, do’a dan salam kami untuk “Malaikat” itu; dr. Arnita Sari! (Rilis)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar