PEKANBARU/86 - Imron Rosyadi disebut-sebut menjadi calon kuat yang akan ditetapkan menjadi Pj Bupati Kampar, setelah namanya diusulkan oleh Gubernur Riau ke Kemendagri, 20 April 2022 kemarin.
Memang cukup beralasan. Sebab Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau ini dinilai sosok yang bersih, berintegritas dan punya kapasitas sebagai seorang pemimpin.
Nama lainnya yang diusulkan adalah Kepala Biro Kesra Setdaprov Riau Zulkifli Syukur dan, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Riau Roni Rakhmat.
Sementara untuk Pj Walikota Pekanbaru, yang diusulkan adalah Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Riau, Masrul Kasmi, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, Boby Rachmat dan Kepala Pelaksana BPBD Riau, M. Edy Afrizal.
Namun lucunya, belakangan ada rumor, Kemendagri akan menunjuk Pj Bupati Kampar dan Pj Walikota Pekanbaru, di luar dari nama yang sudah diusulkan tersebut.
Seperti untuk Pj Bupati Kampar, dikabarkan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, Dr Kamsol, yang ditujuk. Sedangkan Pj Walikota Pekanbaru, dikabarkan Sekwan DPRD Riau, Muflihun, yang ditunjuk.
Atas rumor ini, mematik reaksi sejumlah pihak, termasuk praktisi hukum, Armilis Ramaini.
Menurut pengacara senior ini, jika memang benar Kemendagri akan menunjuk Pj Bupati Kampar dan Pj Walikota Pekanbaru, di luar dari nama yang sudah diusulkan, maka Gubernur, DPRD, dan masyarakat Riau, harus menolaknya.
Sebab hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Permendagri No 1 tahun 2018. Dalam pasal 5 ayat 2 sudah ditegaskan bahwa pjs bupati atau walikota yang ditunjuk oleh menteri, harus atas usul gubernur.
Lalu ayat 3-nya dijelaskan bahwa dalam hal melaksanakan strategis nasional, baru pj walikota atau bupati dapat ditunjuk langsung oleh menteri tanpa usul gubernur.
"Artinya, untuk penunjukkan Pj Bupati Kampar dan Pj Walikota Pekanbaru, tentu harus atas usul gubernur, karena di Riau dalam keadaan tenang dan baik-baik saja," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya Komplek Perkantoran Sudirman Raya, Jl Sudirman Pekanbaru, Jumat (13/5).
Diakui, memang boleh langsung ditunjuk menteri tanpa usul gubernur, tapi harus memenuhi unsur pasal 5 ayat 3 yang dimaksud.
"Kalau permendagri ini tidak dirujuk dengan baik, kita khawatir dimanfaatkan oleh cukong. Untuk itu Gubernur bersama komponen lainnya harus melawan. Masa iya usulan oligarki yang malah akan diterima, sementara usulan gubernur dikangkangi. Ini sudah pelecehan," ujarnya.
Ia pun merasa aneh, nama yang diusulkan gubernur secara resmi, malah tidak digubris oleh pusat.
"Ini bukti carut marut tata kelola pemerintahan kita. Dan jika ini memang benar-benar terjadi, maka pemerintahan bersih yang diharapkan, tak akan didapat. Sebab pj kepala daerah yang akan bertugas, sudah diboncengi oleh kepentingan oligarki," paparnya.
Maka oleh sebab itu, harus dilawan, karena ini menyangkut harkat dan marwah Gubernur dan masyarakat Riau. "Jika memang benar akhirnya SK itu keluar, maka Gubernur jangan sampai melantik mereka," katanya.
Bentuk perlawanan lainnya, Direktur Dirjen Otda harus dilaporkan ke Ombusmen dan menggungat Mendagri ke PTUN. "Gubernur juga harus mengembalikan SK tersebut, karena pejabat yang ditunjuk di luar dari yang direkomendasikan," tambah pengacara kawakan ini.
Armilis juga mengaku mencium aroma transaksional, oleh oknum pejabat di daerah dengan oknum pejabat di kemendagri. Sehingga nama yang ditunjuk diluar nama yang direkomendasikan.
"Perlu dilakukan pengusutan, sekaligus menonjobkan dua pejabat yang sudah ikut berkompetisi tanpa restu gubernur tersebut. Itu namanya main belakang dan insubordinasi. KPK, kejaksaan dan kepolisian, juga harus ikut andil, karena ada aroma transaksional dan dugaan perbuatan melawan hukum," katanya. (rls)