Plt. JAM-Pidum Setujui 8 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAKARTA/86 - Jaksa Agung RI melalui Plt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, S.H., M.H. memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 8 dari 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

1. Tersangka Imanuel Paath dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Marlo Tonny Johanes Koyansow alias Marlo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka I Agustin Tunggul Prianto als Agus bin Sutaji dan Tersangka II Sunarno als Narno bin Romin dari Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, yang disangka melanggar 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka Natanael Syahputra bin Beldie dari Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Osemi Imanuel Tonghael dari Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Rimon Lepa dari Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Musliadi alias Ludin bin Ali dari Cabang Kejaksaan Negeri Bone Di Kajuara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Muliaty Djafar alias Muli binti Muh. Djafar Ambo dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.

Sementara berkas perkara atas nama Tersangka Sari Juwita Mustafa alias Ita binti Mustafa dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang yang disangka 378 KUHP tentang Penipuan Subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selanjutnya, Plt. JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (BangDodi) 


Baca Juga