JAKARTA/86 - Pernyataan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno tentang janjinya membangun jalan tol mendapat dukungan dari Badan Pemenangan (BPN) Prabowo-Sandi.
Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Suhendra Ratu Prawiranegara mengatakan konsep pembangunan infrastruktur yang ingin diterapkan Sandiaga Uno sudah tepat. Contohnya adalah proyek Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang bisa dibangun tanpa utang.
Menurut Suhendra, pelibatan pihak swasta dalam investasi jalan tol ini juga sudah diatur oleh peraturan perundangan, khususnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
"Selama ini juga swasta sudah dilibatkan, hanya sayang kemudian pada era Jokowi seolah-olah peran BUMN lah yang sangat menonjol dalam pembangunan jalan tol," ujar Suhendra dalam keterangannya, Kamis (3/1/2019).
Ia menjelaskan, salah satu kesalahan dalam pembangunan jalan tol era Jokowi adalah dengan cara memberi penugasan kepada BUMN melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diakuntansikan.
"Tentunya ini sangat membebani APBN. Mana mungkin jika menggunakan mekanisme pendanaan PMN tidak membebani keuangan negara? Karena sudah tentu dana triliunan APBN dikucurkan kepada BUMN tersebut," ungkap Suhendra.
Maka dari itu lanjut Suhendra, ide Sandiaga yang sama sekali tidak bergantung pada APBN merupakan solusi bagi keuangan negara yang semakin terbebani utang.
"Sehingga APBN dapat difokuskan untuk membangun infrastruktur jalan lain seperti jalan nasional, jalan daerah yang masih banyak rusak. Hal ini antara lain yang dimaksud oleh Bang Sandi. Tidak mengobral anggaran negara dalam membangun infrastruktur," katanya.
Pada kesempatan itu, Suhendra yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri PUPR ini juga mengkritik pihak yang membandingkan konsep Sandiaga dengan cara Ahok saat membangun Simpang Susun Semanggi.
Menurutnya, hal ini jelas tidak tepat dan sesat dalam berpikir. Lantaran, kebijakan yang diambil Ahok patut diduga banyak melanggar peraturan perundangan. Diantaranya adalah UU tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Serta menabrak Peraturan Presiden tentang Hibah. Penerimaan dan Belanja Negara/Daerah dan juga tentang Hibah yang harus dicatat dalam APBN/ APBD.
"Apakah saat itu Ahok sudah lakukan hal ini? Karena mekanisme ini harus mendapat persetujuan dari DPRD. Ini harus dicek fakta-faktanya," ujarnya.
"Jadi sangat tidak tepat membandingkan kebijakan Ahok tersebut dengan ide Sandiaga Uno. Apalagi, kebijakan Ahok ini malah patut diduga terindikasi melanggar peraturan perundangan," tutup Suhendra. (Fdl/dtc)