*Oleh : Dede Farhan Aulawi*
Tugas-tugas kepolisian sebagaimana dimanatkan oleh UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidaklah mudah, bahkan seiring dengan perkembangan zaman tugas tersebut pasti akan bertambah berat.
Kompleksitas persoalan akan terus berkembang seiring dengan perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, baik tingkat nasional, regional maupun internasional. Bukan sekedar kompleksitas dari dimensi persoalannya saja, tetapi juga dari sisi resiko pekerjaan.
Dengan kata lain bahwa tugas-tugas kepolisian itu beresiko tinggi, oleh karena itu perlu memikirkan masalah keselamatan personil Polri dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Dalam terminologi internasional sering diistilahkan, “safety in high risk environments”. Kajian tentang hal ini serta upaya untuk meminimalisir resikonya diberikan dalam bentuk pelatihan “ Police Human Factor”.
Polisi saat ini dan seterusnya tidak bisa lagi bekerja hanya dengan bermodalkan keberanian dan nekat saja, tetapi harus berfikir rasional dan “dimanusiakan”, ini sesuai dengan prinsip-prinsip Human Engineering. Setiap anggota Polri pasti memiliki keluarga, oleh karena itu ada kewajiban moral dari institusi maupun negara agar mampu menjamin keselamatan personil Polri dalam melaksanakan tugasnya tersebut.
Literatur internasional yang membahas hal ini, dengan mudah bisa kita temukan dari hasil karya Jack Colwell dengan judul “Why Human Factors in Law Enforcement?” yang terbit pada 27 Juli 2015. Lalu James Reason, membuat karya tentang “Human Error : Models and Management”. Paul R. Howe, menerbitkan karya “Using Special Operations Principles to Succeed in Law Enforcement, Business, and War” pada tahun 2011.
Nicole Lamond and Drew Dawson menerbitkan karya “Quantifying the Performance Impairment Associated With Fatigue ” tahun 1999. Jeanne B. Stinchcomb menerbitkan karya “Searching for Stress in All the Wrong Places: Combating Chronic Organizational Stressors in Policing ” tahun 2004. Kevin Gilmartin menerbitkan karya “Hypervigilance : A Learned Perceptual Set and Its Consequences on Police Stress ” - A Guide for Law Enforcement Officers.
Alexis Artwohl and Loren W. Christiansen, menerbitkan karya “What Cops Need to Know to Mentally and Physically Prepare for and Survive a Gunfight” tahun 1997. Dan banyak lagi literatur lain yang menjadi referensi pelatihan-pelatihan Police Human Factor di seluruh dunia.
Namun demikian perlu juga diketahui bahwa pelatihan tentang Human Factor ini dimulai pertama kali dilakukan dan diwajibkan di AS untuk industri penerbangan baik “Human Factor in Aviation Operation” maupun “Human Factor in Aviation Maintenance” karena ada perbedaan karakteristik lingkungan di atas udara dan di darat, sebagaimana dijelaskan dalam U.S. Department of Transportation, Federal Aviation Administration, Flight Standards Service, Risk Management Handbook, FAA-H-8083-2 yang diterbitkan di Washington, DC pada tahun 2009. Kenapa ? karena industri penerbangan merupakan industri yang beresiko tinggi, maka aspek keselamatan harus benar – benar diperhatikan. No compromise in safety.
Beranjak dari realitas ini dimana Polisi pun karena bekerja di lingkungan yang sifatnya beresiko tinggi, maka aspek keselamatannya harus benar-benar diperhatikan.
Bahkan dari beberapa referensi yang disampaikan di atas, dijelaskan bahwa Pilot dan Polisi itu memiliki beberapa kesamaan dalam hal, (1) concern with safety and security, (2) operate in hazardous environments, (3) need to make critical decisions quickly, (4) work in uncomfortable and dangerous working conditions, (5) must assess and manage threats constantly, (6) must remain calm and professional in the face of adversity, (7) work shifts and deal with fatigue and stress, (8) have little or no margin for error, (9) interdependence between groups, (10) multi-cultural mix in teams which must work together effectively, (11) must be seen as strong, fair, trustworthy dan (12) in control by the general public.
Dari 12 kesamaan antara tugas Pilot dan Polisi ini maka Pelatihan Police Human Factor menjadi sangat penting untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya human error di lingkungan kerjanya baik saat mengikuti pendidikan maupun melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian.
Adapun yang menjadi subjek bahasan dalam pelatihan-pelatihan internasional mengenai Police Human Factor ini, biasanya meliputi Personality and Behaviour, Communication, Conformity and Assertiveness, Decision Making, Judgment, Management of Fatigue and Stress, Situational Awareness, Leadership, Teamwork, The Learning Process, Complacency and Routines, Cultural and Gender Aspects, Threat and Error Management, Management of resources/ Commodities, dan SOP Compliance.
Kesemua subjek ini intinya mengajarkan bagaimana interaksi manusia di lingkungan kerja, mulai dari pemahaman terhadap pengetahuan dan prosedur, lalu interaksi manusia dengan peralatan, senjata, kendaraan, dan peralatan lainnya baik alpalkam maupun almatsus, terus interaksi manusia dengan lingkungannya.
Dan terakhir interaksi antara manusia dengan manusia lainnya. Juga dijelaskan masalah keterbatasan manusia (performance limitations) yang menggali manusia dari aspek keterbatasan fisik maupun psikis.
Setelah mengikuti standar pelatihan selama 3 hari ini, umumnya diakhiri dengan ujian. Persyaratan yang berhak mengikuti ujian menurut standar internasionalnya 90% kehadiran. Dan standar kelulusan dengannilai minimal 80. Artinya nilai 79 saja bisa dinyatakan tidak lulus.
Bagi yang lulus ujian biasanya diberi sertifikat “Certificate of Successfully Pased”, dan bagi yang tidak lulus diberi sertifikat “Certificate of Attendance”. Jika ini bisa mulai diterapkan dan dilakukan maka kemungkinan terjadinya human error bisa diminimalisir.
Dan perlu diketahui bahwa dari berbagai riset yang sudah dilakukan di berbagai negara, ternyata sekitar 80% accident dan Incident diakibatkan oleh human error. Oleh karena itu ketika kita fokus pada faktor keselamatan, maka Police Human Factor perlu segera disosialisasikan.