13 Kapal Ikan Ilegal Asal Vietnam Dimusnahkan
PONTIANAK/86 --- Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) mendukung upaya Kejaksaan Agung dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas kapal-kapal perikanan asing pelaku illegal fishing.
Kali ini, sebanyak 13 Kapal Perikanan Asing (KIA) ilegal berbendera Vietnam dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan.
Penenggelaman dipimpin langsung oleh Komandan Satgas 115, Susi Pudjiastuti, di Perairan Tanjung Datu, Kalimantan Barat, Sabtu 4 Mei 2019.
Turut hadir dalam acara tersebut Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nilanto Perbowo; Wakasal, Laksdya Wuspo Lukito; Koordinator Staf Khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa, Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Agus Suherman, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Baginda Polin Lumban Gaol, Kapolda Kalimantan Barat (Pol) Didi Haryono, Danlantamal XII Pontianak, Laksma TNI Greg Agung, dan Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji.
Pemusnahan 13 kapal ini merupakan rangkaian dari rencana pemusnahan 51 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dari lembaga peradilan.
Sebelumnya, sebanyak 2 kapal telah ditenggelamkan di Bitung pada bulan April lalu. Adapun 36 kapal lainnya rencananya akan menyusul kemudian. Dengan dimusnahkannya 13 kapal hari ini, jumlah kapal barang bukti tindak pidana perikanan yang sudah dimusnahkan sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan saat ini bertambah menjadi 503 kapal.
Jumlah tersebut terdiri dari 284 kapal Vietnam, 92 kapal Filipina, 23 kapal Thailand, 73 kapal Malaysia, 2 kapal Papua Nugini, 1 kapal RRT, 1 kapal Nigeria, 1 kapal Belize, dan 26 kapal Indonesia.
Penenggelaman kapal pelaku illegal fishing dilakukan dengan mengacu pada Pasal 76A UU No. 45/2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Menteri KKP Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa penenggelaman kapal ikan asing merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi permasalahan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang menurun selama bertahun-tahun.
" Ini merupakan way out (jalan keluar) yang sangat cantik untuk negara kita menakutkan bangsa negara lain. Penyelesaian dengan cara ini seharusnya menjadi sebuah pola. Saya panggil Dubesnya, saya panggil pengusahanya baik-baik dengan makan siang kita jamu. Saya hanya cerita, saya akan eksekusi undang-undang, amanah negara ini untuk menyelesaikan masalah jadi bantu saya. Udah itu saja. Kalau ada yang bandel ya kelewatan,” ungkapnya.
Menteri Susi menjelaskan, pemusnahan kapal ikan ilegal telah terbukti berdampak positif pada perikanan Indonesia untuk memberikan deterrent effect pada para pelaku praktik IUU Fishing. Selain itu, tindakan ini juga memberikan kepastian hukum di Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
“Mereka harus jera. Yang kedua, ini namanya hukum. Kita berikan kepastian hukum kepada orang yang mau nyuri. Investasi perlu kepastian hukum di sebuah negara dan kita kasih kepastian hukum. Tidak ada yang berbeda-beda. Itu saja yang saya inginkan,” ucapnya.
Di samping itu, pemusnahan kapal pelaku IUU Fishing juga terbukti memberikan dampak positif pada sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Tercatat bahwa produksi perikanan terus mengalami peningkatan. Pada triwulan III 2015 produksi perikanan sebanyak 5.363.274 ton mengalami kenaikan 5,24 persen menjadi 5.664.326 ton pada 2016. Kenaikan kembali terjadi 8,51 persen di periode yang sama 2017 yaitu sebesar 6.124.522 ton.
Di triwulan III 2018, produksi perikanan kembali meningkat 1,93 persen yaitu mencapai 6.242.846 ton. Sementara itu, pada triwulan III tahun 2018, PDB perikanan mencapai nilai Rp59,98 triliun.
Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017 senilai Rp57,84 triliun. Meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan PDB dari 6,85 persen di triwulan III 2017 menjadi 3,71 persen di triwulan III 2018, PDB perikanan mengalami peningkatan di setiap kuartal, begitu pula dengan jumlah produksi perikanan.
Menteri Susi menambahkan, berkat ketegasan Indonesia dalam memberantas IUU Fishing selama ini, neraca dagang perikanan Indonesia menjadi nomor satu di Asia Tenggara.
Prestasi lainnya juga ditorehkan Indonesia sebagai negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia. Berkaca pada berbagai capaian itu, ia menilai bahwa wacana pelelangan kapal eks ikan asing bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan IUU Fishing di Indonesia.
"Kalau ikan dilelang okelah. Tapi kalau kapal yang dilelang, kita jual lagi dan dijadikan alat mencuri lagi, akhirnya kita tangkap lagi untuk kedua kali. Apa mau jadi dagelan negeri kita?” ucapnya.
Hal itu mengacu pada sejumlah kejadian di mana beberapa kapal residivis yang dilelang digunakan kembali untuk menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah tidak boleh ragu dan harus bersikap tegas untuk memberikan efek jera pada para pelaku dengan memusnahkan kapal tersebut.
"Tapi persoalannya kadang-kadang kita ragu, kita tidak confident. Baru dua tahun, oh kenapa ngga dilelang, kenapa ngga sayang itu barang ditenggelamkan. Sedangkan itu harga Rp 10 miliar, kalo dilelang Rp 1 miliar. Sementara (ikan) yang dicuri satu trip aja dia dapet Rp 3 miliar. Kamu sayang ga sama ikan kita? Sumber daya ekonomi kita,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, mengapresiasi langkah pemerintah untuk memusnahkan kapal pelaku IUU Fishing. Bahkan ia menyarankan agar proses pemusnahan kapal ikan ilegal dipercepat sesaat setelah ditangkap.
“Saya selaku gubernur, sangat sangat setuju dengan penenggelaman kapal illegal fishing ini. Bahkan ini prosesnya terlalu lama. Seharusnya tangkap, seminggu (kemudian langsung) tenggelamkan. Udah selesai. Soalnya begini, dari sisi aspek hukumnya, ketika itu jadi barang bukti dan tidak langsung dimusnahkan, mereka (bisa) banding,” katanya.
“Nah, terus (kalau) kapal tangkapan itu sudah dalam kondisi gimana gitu, mereka bisa tuntut kita dan itu hak dia masih berlaku di situ. (Kalau) kemudian rusak, kan mereka bisa tuntut. Nah aturan kan kita yang buat, masa berhadapan dengan negara luar, aturan kita tidak berpihak pada kita sendiri," katanya.
Merespon hal itu, Menteri Susi pun sependapat dan menyatakan akan mempertimbangkan untuk mendorong percepatan penindakan kapal pelaku IUU Fishing yang masuk di perairan Indonesia. (okezone)
Tulis Komentar