Sejarah Persatuan Jaksa Indonesia

Kongres PERSADJA I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1951, Kongres PERSADJA II dilaksanakan di Bandung pada tanggal 10-12 Mei 1953 dan Kongres PERSADJA III dilaksanakan di Semarang pada tanggal 7-9 Agustus 1955.

PERKEMBANGAN organisasi profesi Jaksa tidak terlepas dari perkembangan
kedudukan institusi Kejaksaan itu sendiri. Pada masa kemerdekaan, Kejaksaan
dibentuk berada dalam lingkup Departemen Kehakiman, selang 15 tahun kemudian, tepatnya 22 Juli 1960 Kejaksaan menjadi departemen yang terpisah atau mandiri.

Begitu juga dengan perkembangan wadah organisasi profesi Jaksa padasaat itu yang bernama Persatuan Djaksa-Djaksa Seluruh Indonesia (PERSADJA). Setidaknya PERSADJAs telah mengadakan kongres sebanyak 3 (tiga) kali yaitu Kongres PERSADJA I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1951, Kongres PERSADJA II dilaksanakan di Bandung pada tanggal 10-12 Mei 1953 dan Kongres PERSADJA III dilaksanakan di Semarang pada tanggal 7-9 Agustus 1955.

Persatuan Djaksa-Djaksa Seluruh Indonesia (PERSADJA) menjadi cikal
bakal lahirnya Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA) tahun 1993, yang
mana saat itu sejumlah tokoh Jaksa Senior yang diprakarsai oleh Bapak
SUHADIBROTO mengambil inisiatif untuk membentuk organisasi profesi Jaksa
yang menjadi wadah berhimpun bagi para Jaksa. Dalam Musyawarah Nasional
para Jaksa yang dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 1993, peserta Rapat
menyepakati membentuk organisasi Persatuan Jaksa Republik Indonesia disingkat PERSAJA.

Seiring perjalanan waktu mengemuka usulan sejumlah anggota PERSAJA
untuk mengadakan pembaruan organisasi sebagai respon atas tuntutan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas penegakan hukum, maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) PERSAJA di
Jakarta pada tanggal 25 Maret 2009 yang melahirkan dua poin penting, yakni
pertama mengubah nama Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA)
menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dan kedua mengubah AD/ART
Organisasi Profesi Jaksa. Perubahan nama PERSAJA menjadi PJI tidaklah
mengubah secara fundamental asas dan tujuan organisasi.

Melalui Musyawarah Nasional PJI di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2014, ditetapkan tanggal 15 Juni 1993 sebagai hari lahirnya PJI, sebagaimana lahirnya PERSAJA yang merupakan organisasi profesi Jaksa yang pertama.

Selanjutnya dalam rangka mengembalikan khittah dan kejayaan PERSAJA
pada era tahun 1950-an, yang saat itu bernama PERSADJA (Persatuan Djaksa-
Djaksa Seluruh Indonesia), melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) yang dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2022 di Jakarta, kembali dilakukan perubahan nama organisasi Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menjadi Persatuan Jaksa Indonesia (PERSAJA). Selain itu, dalam MUNASLUB tersebut juga ditetapkan
tanggal 6 Mei 1951 sebagai hari lahir PERSAJA dan perubahan lambang PERSAJA.

Dengan melihat sejarah, terdapat beberapa kiprah dan perjuangan yang ditorehkan PERSADJA, antara lain :

1. Setidaknya terdapat 3 (tiga) kali momen Persatuan Djaksa-Djaksa Seluruh
Indonesia (PERSADJA) memberikan dukungan secara terbuka untuk tetap
mempertahankan kepemimpinan R. Soeprapto sebagai Jaksa Agung yaitu
tahun 1954, 1957, dan 1958;

2. Pada bulan Juli 1951, PERSADJA menghendaki adanya penyesuaian dan
penghargaan terkait gaji dan golongan para Jaksa. Akhirnya pada bulan
Oktober 1955 perjuangan PERSADJA tersebut dikabulkan oleh pemerintah
dengan menempatkan kedudukan Jaksa sama dengan kedudukan Hakim;

3. Pada tahun 1956, PERSADJA menolak suatu rencana yang akan
menempatkan kedudukan Jaksa Agung di bawah kewenangan Menteri
Kehakiman. PERSADJA menghendaki agar kedudukan Jaksa Agung
ditetapkan oleh konstituante mengingat kedudukan Jaksa Agung merupakan
salah satu pokok negara.

4. Pendirian dan perjuangan PERSADJA dalam menjaga marwah institusi
Kejaksaan, menjadi inisiatif atau ide pembentukan wadah ikatan hakim pada
tahun 1951 di Surabaya dan Semarang yang menjadi cikal bakal lahirnya Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) saat ini. Dari catatan sejarah tersebut, dapat dilihat bagaimana PERSADJA hadir dalam menjaga marwah institusi Kejaksaan Republik Indonesia sekaligus juga untuk meneruskan perjuangan dan pengabdian Jaksa dalam pelaksanaan tugas luhur nan mulia sebagai pengawal kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi hakasasi manusia, serta berpegang teguh pada sumpah jabatan dan Tri Krama Adhyaksa. ***


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar