Tradisi Sanggring, Jamuan Makan yang Dimasak Kaum Adam

Para kaum Adam tengah memasak

LAMONGAN/86 -- Perempuan selalu nomor satu dalam hal memasak. Namun di Lamongan, ada tradisi Sanggring. Tradisi unik memasak jamuan makan ini tidak melibatkan kaum hawa. Ya, makanan untuk jamuan dimasak para pria di kampung tersebut.

Hal itu dikarenakan laki-laki dianggap tidak memiliki hadas (keadaan tidak suci seorang muslim yang menyebabkan dia tidak bisa menunaikan salat). Dan ini tradisi unik salah satu daya tarik wisatawan.

Sanggring sendiri merupakan masakan berbahan dasar ayam yang dibumbui rempah-rempah. Dan tradisi jamuan ini untuk para tamu dan sedekah bumi dengan jumlah piring yang sudah ditentukan yakni 44 buah.

Dan yang memasak Kades Tlemang, Aris Pramono membenarkan jika kaum adam memiliki peran banyak dalam tradisi yang diwariskan sesepuh desa setempat, Ki Buyut Terik sejak ratusan tahun lalu.

"Sanggring adalah masakan berbahan dasar ayam yang dibumbui sedemikian rupa," kata Aris di lokasi, Selasa (5/2/2019).

Aris bercerita, Sanggring merupakan perjamuan makan dari prajurit-prajurit pada zaman dahulu. Kala itu, ada seorang prajurit yang mengundang teman-temannya makan bersama. Dia kemudian mengerahkan anak buah dan murid-muridnya untuk memasak Sanggring.

" Sanggring harus dimasak oleh kaum laki-laki, karena Sanggring ini juga menjadi salah satu ritual pensucian. Karena orang laki-laki kan nggak punya hadas," tambahnya.

Sementara Warga Desa Tlemang, Yatono mengatakan, jumlah ayam yang dipotong disesuaikan banyaknya penduduk desa. Untuk tahun 2019 ini mereka memasak 124 ekor.

" Semuanya sudah diberi oleh warga, ayam lengkap dengan bumbu jangkep dan kayu bakar. Terserah warga mau memberi ayam apa, jantan atau betina terserah. Tapi kalau dulu harus berwarna hitam, kalau sekarang tidak," ujar Yatono.

Dia menambahkan, tradisi tersebut rutin digelar setiap 26 Jumadi Awal dalam kalender Hijriah. Juru masak biasanya sebanyak 40 orang laki-laki didampingi sesepuh desa.

Sanggring dimasak dengan menggunakan tiga buah wajan besar. Sambil menanti Sanggring ini matang, masyarakat disuguhi hiburan Wayang Krucil, yang menampilkan 4 sinden.

" Wayangnya harus wayang krucil, kalau wayang kulit, tidak boleh," lanjut Yatono.

Setelah prosesi masak Sanggring selesai, kepala desa, tokoh masyarakat dan penduduk Desa Tlemang ini membawa ambeng (berbagai macam makanan kiriman dari warga) ke punden atau makam Ki Buyut Terik.

" Masyarakat Desa Tlemang, dan desa-desa di sekitarnya mengantre untuk bisa mendapatkan Sanggring," tandasnya.

Sementara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lamongan merancang tradisi yang ada di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, itu salah satu ikon pariwisata dan masuk dalam kalender Jawa Timur.

" Sanggring merupakan sebuah tradisi yang unik. Karena dalam pelaksanaannya tidak banyak mengalami perubahan, meski sudah turun temurun. Biasanya kan untuk acara sedekah bumi ini hampir di setiap desa ada, tapi yang unik seperti di Desa Tlemang ini, tukang masaknya laki-laki," kata Sekretaris Disbudpar Lamongan, Rudi Gumelar. (detik.com)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar