Tiga Jurnalis Perempuan Iran Terima Penghargaan Kebebasan Pers Dunia

Tiga Jurnalis Perempuan Iran Terima Penghargaan Kebebasan Pers Dunia

JAKARTA/86 - Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada Selasa malam menganugerahkan penghargaan kebebasan pers dunia kepada tiga jurnalis perempuan Iran yang sedang dipenjara di negaranya.

Niloofar Hamedi, Elaheh Mohammadi, dan Narges Mohammadi dinobatkan sebagai peraih penghargaan Kebebasan Pers Dunia UNESCO/Guillermo Cano 2023 dalam perannya mengabarkan berita kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun yang tewas ditahan polisi moral Iran.

Zainab Salbi, ketua dewan juri profesional media internasional yang memilih para pemenang, mengatakan kerja berani dari ketiga pemenang tersebut “menyebabkan revolusi bersejarah yang dipimpin perempuan.”

“Mereka membayar mahal atas komitmen mereka untuk melaporkan dan menyampaikan kebenaran,” kata Salbi. “Dan untuk itu, kami berkomitmen untuk menghormati mereka dan memastikan suara mereka akan terus bergema di seluruh dunia hingga mereka aman dan bebas.”

Diperkenalkan pada 1997, Anugerah Kebebasan Pers Dunia UNESCO/Guillermo Cano diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang, organisasi atau lembaga yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam mempertahankan dan mendukung kebebasan pers di dunia meskipun harus menjalaninya dalam kondisi berbahaya.

“Saat ini penting untuk memberikan penghormatan kepada seluruh jurnalis perempuan yang dihalang-halangi dalam menjalankan tugasnya serta menghadapi ancaman dan serangan atas keselamatan mereka. Hari ini kami memberikan penghargaan atas komitmen mereka terhadap kebenaran dan tanggung jawabnya,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam pernyataan resmi PBB, Selasa.

Suporter Iran membentangkan poster bertuliskan "Kebebasan hidup perempuan" dan "Kebebasan untuk Iran" dalam stadion saat pertandingan Piala Dunia Qatar 2022 Grup B, Inggris vs Iran di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Senin, 21 November 2022. Suporter Iran menggunakan momen Piala Dunia untuk menyuarakan pesan menolak kekerasan terhadap perempuan di Iran, pasca tewasnya Mahsa Amini dan demonstran lainnya. REUTERS/Paul Childs

Niloofar Hamedi menulis untuk harian Shargh. Dia pertama kali mengabarkan berita kematian Mahsa Amini, perempuan keturunan Kurdi yang meninggal dalam tahanan pada 16 September 2022, tiga hari setelah ditangkap oleh polisi moral Iran karena dianggap tidak menutupi rambutnya dengan benar.

Sejak pemberitaan itu, Hamedi ditahan di Penjara Evin yang terkenal kejam yang terletak di ibu kota Iran, Teheran, sejak September lalu.

Adapun Elaheh Mohammadi menulis untuk surat kabar Ham-Mihan dan memberitakan pemakaman Amini, sebelum akhirnya ditahan di Penjara Evin sejak September 2022.

Pada akhir April, pengadilan Iran mengakui bahwa dua wartawan yang menyampaikan berita tentang kematian Amini, Hamedi dan Elaheh Mohammadi, telah didakwa dengan tuduhan bekerja sama dengan Amerika Serikat, bertindak melawan keamanan nasional, dan menciptakan "propaganda melawan sistem."

Sementara hampir 100 jurnalis telah ditangkap di tengah demonstrasi, pelaporan Hamedi dan Elaheh Mohammadi sangat penting pada hari-hari setelah kematian Amini untuk menyebarkan berita tentang kemarahan yang terjadi setelahnya.

Sementara itu, Narges Mohammadi telah bekerja sebagai jurnalis selama bertahun-tahun untuk berbagai surat kabar. Ia juga seorang penulis dan wakil direktur organisasi masyarakat sipil Pusat Pembela Hak Asasi Manusia (DHRC) yang berbasis di Teheran. Dia saat ini menjalani hukuman 16 tahun penjara di Penjara Evin.

Selama ditahan, Mohammadi masih terus melaporkan berita dari penjara. Dia juga mewawancarai tahanan perempuan lainnya. Hasil wawancara itu dimasukkan ke dalam bukunya, White Torture.

Kematian Amini memicu protes massif selama berbulan-bulan di puluhan kota di seluruh Iran. Demonstrasi ini merupakan salah satu tantangan paling serius bagi Republik Islam sejak protes Gerakan Hijau 2009 yang menarik jutaan orang ke jalan.

Sejak protes Amini dimulai, setidaknya 529 orang tewas dalam demonstrasi, menurut aktivis Hak Asasi Manusia di Iran. Lebih dari 19.700 lainnya telah ditahan oleh pihak berwenang di tengah tindakan kekerasan yang berusaha menekan perbedaan pendapat. Iran selama berbulan-bulan tidak memberikan angka korban secara keseluruhan, sementara mengakui puluhan ribu orang telah ditahan. (tempo.co/BangDodi)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar