Diduga Korupsi Dana Lahan Embarkasi Haji
Guntur
PEKANBARU - Staf Ahli Gubernur Riau (Gubri), Muhammad Guntur, ditahan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Guntur diduga melakukan korupsi dana pengadaan lahan Embarkasi Haji Riau yang merugikan negara Rp853 miliar.
Penahanan Guntur dilakukan saat proses tahap II ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kamis (14/7). Setelah melengkapi administrasi dan pemeriksaan kesehatan, bekas Kepala Biro Tata Pemerintahan dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Riau itu dibawa ke Rumah Tahanan Sialang Bungkuk, Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
"MG (Muhammad Guntur) merupakan Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Panitia Pengadaan Tanah untuk Embarkasi Haji Riau. Lahan dianggarkan dalam APBD tahun 2012," ujar Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Rianta, saat ekspos didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati, Mukhzan.
Dalam kasus ini, penyidik juga menetapkan seorang pihak swasta, Nimron Varasian, sebagai tersangka. Namun, Nimron belum ditahan karena sedang berada di luar daerah menjenguk keluarganya yang sakit.
"NV (Nimron Varasian) belum diperiksa. Lawyer-nya minta penundaan. Kita jadwalkan lagi pemanggilan Selasa depan (19/7)," kata Sugeng.
Dijelaskan Sugeng, lahan yang dibeli untuk Embarkasi Haji Riau seluas 5,2 hektar. Tanah dibeli melalui broker atau makelar dan di-markup.
Modusnya, uang diterima Guntur, lalu digunakan untuk uang muka pembelian tanah. Uang itu selanjutnya diserahkan ke pemilik tanah. "Satu meter lahan seharga Rp100 ribu, tapi di-markup jadi Rp400 ribu. Berdasarkan audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) negara dirugikan sekitar Rp8,3 miliar," ucap Sugeng.
Terhadap kerugian itu, ungkap Sugeng, penyidik sudah melakukan penyelamatan aset. Di antaranya, tanah dan empat sertifikat hak milik tanah. "Dua sertifikat sudah dititipkan di kantor notaris," tambahnya.
Untuk melengkapi bukti-bukti, jaksa telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya mantan Lurah Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, Wismar Usty; Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Abdul Latif; Yendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan; dan Devi Rizaldi.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada Widodo selaku Kepala Seksi Pemetaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau; Mukafi selaku staf pengukuran; Endri Diyanto selaku mantan Kepala BPN Pekanbaru; serta Murtadi dan H Bonaparte selaku pemilik tanah.
Pilih Bungkam
Guntur dibawa ke Rutan Sialang Bungkuk sekitar pukul 14.30 WIB. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dia masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan ruang Bagian Tindak Pidana Khusus Kejati Riau.
Ketika ditanya wartawan, Guntur yang mengenakan kemeja warna putih lengan panjang, memilih bungkam. Dia hanya melemparkan senyum. Kepasrahan terpancar di wajahnya.
Sebelumnya, penyidik menetapkan Guntur sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajati Riau Nomor Print: - 04.a/N.4/Fd.1/05/2015 updated 21 Mei 2015.
Kasus yang menjerat Guntur berawal pada 2012 lalu. Saat itu, Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah embarkasi haji Rp17,958 miliar lebih.
Status kepemilikan tanah sebanyak 13 persil, di antaranya sertifikat, Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Berdasarkan penetapan tim appresial, harga tanah bervariasi antara Rp320 ribu sampai Rp425 ribu per meter.
Dalam perjalanan, diduga terjadi penyimpangan dalam pembebasan lahan. "Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tahun berjalan," kata Mukhzan.
Selain itu, berdasarkan penyidikan, pembelian lahan di Jalan Parit Indah, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru itu tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum. Berdasarkan pasal 184 KUHAP, penyidik menyimpulkan adanya suatu peristiwa pidana dengan kerugian negara lebih kurang Rp10 miliar.
Akibat perbuatan itu, Guntur dan tersangka lainnya dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (lda)
Tulis Komentar