JAM-Pidum Setujui 13 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana

JAKARTA/86 - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

1. Tersangka Suci Soleha binti Asykar Syamaun dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka M. Afdal Fikri bin Budiman dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasall 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Deli Rahmani binti Budiman dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.
4. Tersangka Ismi Nazirah binti Budiman dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.
5. Tersangka Ratnawati binti Abdul Mutalib dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Macro Budi Santosa bin Lugimin dari Kejaksaan Negeri Wonosobo, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002.
7. Tersangka Khoirul Umam alias Irul bin Hajiyono dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
8. Tersangka Candra Mahardika alias Candra alias Uuk Bin (Alm.) Sutedjo dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Lilis Sulistyowati binti Samidi dari Kejaksaan Negeri Ngawi, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
10. Tersangka Rudi Utomo Martupal anak dari Mariden dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
11. Tersangka Imam Solikin bin Wagiman dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
12. Tersangka Ngatman bin Sukijan dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
13. Tersangka Minaria binti (Alm.) Naril dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Lematang Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (BangDodi)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar