JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana

JAKARTA/86 - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Hal itu disampaikan Kepala Pusan Penerangan Hukum Kejagung RI, Dr. Ketur Sumedana dalam siaran persnya, Senin (4/3/2024). Ke 7 permohonan yakni :

 

1. Tersangka Yanpit Inyomusi dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Alex Purimahua alias Aleka dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka I Genta Balamba dan Tersangka II Rifaldi Himba dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Tersangka Yoel Mailakai alias Yeyen dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Aldjid Miolo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
6. Tersangka Muhibullah bin Ilyas dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
7. Tersangka  Razali bin Alm. Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (BangDodi)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar