Bupati Non Aktif Labuhan Batu Dituntut 8 Tahun Bui dan Pencabutan Hak Politik 3,5 Tahun

Bupati non aktif Labuhan Batu, Pangonal Harahap saat sidang

MEDAN/86 ---  Bupati nonaktif Labuhan Batu, Sumut, Pangonal Harahap (49), dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan karena diduga telah menerima suap.

Tuntutan disampaikan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (11/3).

Penuntut Umum KPK menyatakan Pangonal telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Meminta agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Pangonal Harahap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Dody Sukmono, salah seorang penuntut umum KPK di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwan Effendi.

Dalam tuntutannya, Penuntut Umum KPK juga meminta majelis hakim untuk mewajibkan Pangonal membayar uang pengganti Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000.

Dengan catatan, jika tidak membayar, harta bendanya akan disita dan dilelang. Apabila hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dia dipidana penjara selama setahun.

Selain pidana penjara, denda, dan kewajiban membayar uang pengganti, penuntut KPK juga meminta agar majelis hakim mencabut hak Pangonal untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Untuk menghindari Indonesia dipimpin orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi maka dipandang perlu memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih selama 3 tahun 6 bulan," sebut Dody.

Dalam nota tuntutan, Penuntut KPK mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Yang memberatkan, Pangonal tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).

" Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya," ujarnya.

Dalam dakwaannya, penuntut umum KPK memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhan Batu telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp 42.280.000.000 serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.

Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar dia melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Uang Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhan Batu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya.

Dan, terdakwa pun memang memerintahkan jajarannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan yang digunakan Efendy Sahputra alias Asiong.

Sebelumnya, Efendy Sahputra alias Asiong (48), telah dinyatakan bersalah menyuap Pangonal Harahap senilai Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000. Mejelis hakim menghukum Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Sementara Thamrin Ritonga baru diadili. Majelis hakim masih memeriksa saksi dalam perkaranya. Persidangan perkara ini merupakan kelanjutan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Satgas Komisi Pemberantas Korupsi di Jakarta dan Labuhan Batu, Sumut, Selasa (17/7).

Dalam OTT ini, KPK menangkap Bupati Labuhan Batu, Pangonal Harahap di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Sementara Efendy Sahputra alias Asiong menyerahkan diri di Labuhan Batu. (merdeka)


[Ikuti Riau86.com Melalui Sosial Media]






Loading...

Tulis Komentar